Tentang Solosche Radio Vereeniging (SRV) dan Hari Penyiaran Nasional (Hasiarnas)

Lebih 90 tahun lalu berdirinya Lembaga Penyiaran Radio milik anak bangsa pertama kalinya di Kota Solo yaitu Solosche Radio Vereeniging (SRV).

Informasi tentang Tentang Solosche Radio Vereeniging (SRV) dan Hari Penyiaran Nasional (Hasiarnas) 2024. Hari Penyiaran Nasional (Hasiarnas) dirayakan setiap tanggal 1 April setiap tahunnya, yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Kepres) nomor 9 tahun 2019. Semangat Hasiarnas berasal dari langkah Mangkunegoro VII (1916-1944), yang mendirikan Solosche Radio Vereeniging (SRV).

SRV merupakan radio pertama yang dimiliki oleh orang Indonesia pada masanya. Menurut Mangkunegoro, keberadaan SRV diperlukan sebagai sarana pemersatu dan alat perjuangan untuk kemerdekaan.

Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegoro VII memiliki pemikiran progresif, dan minatnya terhadap penyiaran dan kepemilikan modal menjadi faktor kunci dalam kelahiran radio tersebut.

Menurut buku “Mangkunegoro VII & Awal Penyiaran Indonesia” karya Wiryawan, ketertarikan Mangkunegoro VII pada bidang penyiaran dimulai ketika ia menerima kiriman pesawat radio penerima (receiver) dari orang Belanda. Hal ini memicu keinginannya untuk mengelola stasiun radio, dan ia meminta Raden Mas Ir Sarsito, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Praja Mangkunegaran untuk memimpin proyek tersebut.

Minat Mangkunegoro VII terhadap radio semakin berkembang setelah mendengar pidato Ratu Wilhelmina yang disiarkan langsung dari Laboratorium Philips di Kota Eindhoven, Belanda. Ketika itu, teknologi radio menjadi sorotan istana, memunculkan kekaguman dan keingintahuan atas bagaimana suara dari negara yang sangat jauh seperti Belanda bisa didengar secara langsung.

Mangkunegoro VII melihat radio sebagai senjata melawan pengaruh budaya Barat yang sedang berkembang. Ia mengakuisisi pemancar tua milik Djocjchasche Radio Veereniging, sebuah radio swasta Belanda di Yogyakarta.

baca juga : Manfaat dan Regulasi Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio: Sumber Daya yang Terbatas dan Strategis

Pada tanggal 1 April 1933, rapat pengadaan pemancar baru diadakan di Gedung Societet Sasana Soeka (kini Monumen Pers Nasional). Rapat tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh seperti Sarsito, RM Soetarto Hardjowahono, Lim Tik Liang, RT Dr Marmohoesodo, Tjan Ing Tjwan, Louwson, Wongsohartono, Tjiong Joe Hok, dan Prijihartono.

Rapat tersebut tidak hanya membahas pengadaan pemancar baru, tetapi juga menyepakati pendirian lembaga penyiaran baru yang diberi nama Solosche Radio Vereeninging (SRV), dengan Sarsito ditunjuk sebagai ketuanya.

SRV menjadi alat perjuangan politik dan kebudayaan melalui siaran yang mencerminkan identitas bangsa. Stasiun ini menyiarkan berita, program agama dan kebatinan, dongeng anak-anak, petunjuk praktis (termasuk masakan, bordir, dan olahraga), serta musik tradisional Jawa.

SRV terus berkembang dengan membuka cabang di berbagai kota seperti Jakarta, Bandung, Semarang, dan Yogyakarta. Semangat ini juga menjadi dasar tema peringatan Hasiarnas tahun 2021, “Penyiaran Sebagai Pendorong Kebangkitan Ekonomi Pasca Pandemi.”

Tema ini dipilih untuk menunjukkan optimisme bahwa pandemi Covid-19 akan segera berakhir, dan lembaga penyiaran akan turut serta dalam pemulihan ekonomi. Peringatan Hasiarnas juga menjadi waktu refleksi bagi insan penyiaran untuk mengukuhkan tujuan penyiaran, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa dan memperkuat integrasi nasional.

Sumber: Elshinta.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *